Sekapur Sirih

Blog ini berisi tentang beberapa hal yang saya miliki, tapi mohon maaf bila penyusunannya belum beraturan sebab masih dalam tahap belajar

Selasa, 27 Desember 2011

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL

Pergantian tahun, baik tahun Hijriyah maupun tahun masehi hendaknya kita jadikan momen untuk meningkatkan kecerdasan emosi kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai pendidik (meningkatkan kecerdasan emosi peserta didik)
Istilah kecerdasan emosi muncul karena mengingat pentingnya peningkatan kualitas hidup di zaman yang seperti ini. Saat ini sepertinya target akhir kita adalah segi IQ.
Padahal kita tahu IQ lebih mengarah pada kemampuan kognitif saja. Hal ini bisa kita lihat dari patokan nilai yang harus dicapai pada tingkat akhir sebuah lembaga pendidikan. Sebuah sekolah dikatakan sekolah bonafide, sekolah unggulan bila hasil ujian akhirnya menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibanding sekolah-sekolah lain. Dan untuk mencapai hal itu, terkadang kita, selaku pendidik melakukan hal-hal yang seharusnya tidak patut untuk kita lakukan (seperti salah satu kasus di sebuah sekolah di Surabaya pada ujian tahun lalu). Kita tidak sadar bahwa tindakan yang kita lakukan itu sebenarnya telah meracuni si anak.
Kita jangan lupa, di samping IQ kita dituntut pula untuk mengembangkan EQ atau kecerdasan emosional. Menurut Hedlund dan Stenberg, sebagaimana yang diungkapkan oleh Goleman (1995) kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk dapat memotivasi diri sendiri dan tekun dalam menghadapi frustasi, mengontrol dorongan-dorongan impulsif (dorongan yang timbul berdasarkan suasana hati) dan mampu menunda pemuasannya, mengatur suasana hati sehingga tidak mempengaruhi kemampuan berfikir, berempati. Definisi ini oleh Goleman (1998) disempurnakan lagi sebagai kapasitas untuk mengenal perasaan kita sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri kita, dan untuk mengatur emosi dalam diri kita dan dalam hubungan kita dengan orang lain.
Berdasar pengertian di atas, bila seseorang tidak memiliki kecerdasan emosional yang sehat maka ia akan mudah dikuasai oleh nafsu yang mengalahkan daya nalarnya. Bila nafsu yang berkuasa maka hal ini bisa menyebabkan terjadinya salah langkah dan  akhirnya akan menyesali perbuatannya.
Ada 5 norma kecerdasan emosional, yaitu
1.      Pengenalan emosi diri
2.      Pengendalian emosi
3.      Memotivasi diri sendiri
4.      Mengenali emosi orang lain
5.      Mengendalikan hubungan dengan orang lain.
Norma-norma kecerdasan emosional yang dimiliki setiap orang tentu saja tidak sama. Ada orang yang mampu mengendalikan emosi diri tetapi kurang mampu mengatasi kesedihan orang lain. Tetapi pada dasarnya, seseorang yang secara emosional cakap, mampu memahami dan menangani perasaannya dan mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif akan memiliki keuntungan dan kebahagiaan tersendiri dalam kehidupannya.
Pada kehidupan nyata, seseorang yang hanya mempunyai kecerdasan kognitif tinggi tanpa diimbangi dengan tingginya kecerdasan emosional maka dia akan memiliki kemampuan sosial yang rendah, bahkan dia akan cenderung bersikap yang kurang terpuji. Dia menjadi tidak peka terhadap kebaikan lingkungan sekitarnya dan bersikap egosentris (kepandaiannya hanya dimanfaatkan untuk keuntungan diri sendiri tanpa memedulikan perasaan maupun dampaknya terhadap orang lain). Sebaliknya, bila seseorang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi maka ia akan dapat memanfaatkan kecerdasan kognitif yang dimilikinya. Ia akan mengarahkan kemampuan yang dimilikinya ke arah positif baik bagi diri maupun lingkungannya.
Kecerdasan emosional (EQ) dapat dilatih dan dikembangkan sejak dini agar seseorang dapat memeroleh keberhasilan dalam hidupnya. Di sinilah letak peran penting dari orang tua maupun guru. Kita bisa melatih anak untuk mengungkapkan perasaannya secara sehat, pengendalian rasa marah, belajar mengenali perasaan orang lain, berempati, dan melatih anak untuk selalu bersabar dengan tidak selalu mengikuti dorongan-dorongan emosinya.
 Oleh karena itu, sebagai guru kita dituntut memiliki kecerdasan emosional yang tinggi terlebih dahulu sebelum kita menuntut anak untuk berprilaku sesuai dengan norma-norma dalam kecerdasan emosional. Kita harus belajar mengendalikan amarah kita, belajar memahami perasaan orang lain, berempati terhadap derita orang, dan selalu berusaha untuk bersabar. Ingat, guru adalah model yang paling baik bagi anak untuk ditiru prilakunya. Anak bisa gagal mengikuti ucapan kita tapi anak jarang sekali gagal dalam mencontoh prilaku kita. Semoga di tahun baru ini kita dapat meningkatkan kecerdasan emosional kita sehingga kita tidak hanya sekadar bisa memberi contoh tetapi bisa menjadi contoh bagi anak. (by city, Rwkg)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar